Gara-gara Tanah, Bapak 74 Tahun Digugat Anaknya Rp 216 Juta

Gara-gara Tanah, Bapak 74 Tahun Digugat Anaknya Rp 216 Juta - Hallo sahabat WAH KABAR, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Gara-gara Tanah, Bapak 74 Tahun Digugat Anaknya Rp 216 Juta, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Aneh, Artikel Artist, Artikel Berita, Artikel Celebrities, Artikel Gossip, Artikel Hari Ini, Artikel Kabar, Artikel News, Artikel Singapore, Artikel Socialita, Artikel Today, Artikel Unik, Artikel Update, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Gara-gara Tanah, Bapak 74 Tahun Digugat Anaknya Rp 216 Juta
link : Gara-gara Tanah, Bapak 74 Tahun Digugat Anaknya Rp 216 Juta

Baca juga


Gara-gara Tanah, Bapak 74 Tahun Digugat Anaknya Rp 216 Juta




BERITA NASIONAL - Bukannya hidup nyaman dan tenang pada usia tuanya, H Muhamad Bola, warga desa Ranggasolo, Kecamtan Wera, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), malah dilaporkan oleh anak dan menantu nya di Pengadilan Negeri (PN) Raba Bima.

Kakek berusia 74 tahun itu digugat  oleh anak pertamanya, Hj Jahari dan suaminya, H Arsad, sebesar Rp 216 juta atas kasus sengketa lahan. Selain digugat secara materi, Muhamad juga diguagat untuk hengkang dari lahan yang kini dijadikan  tempat tinggal bersama anak bungsu dan menantunya di rumah panggung 9 tiang.

''Orang tua saya digugat karena dituduh melakukan perbuatan melawan hukum atas kasus sengketa lahan. Pengugatnya adalah H Arsad, menantu H Muhamad. Sementara Hj Jahari adalah kakak saya sendiri, anak pertama H Muhamad,''tutur Yusran, anak bungsu Muhamad, yang juga menjadi pihak  tergugat saat ditemui di PN Raba Bima, Rabu (7/6/2017).

Yusran menyebutkan, awalnya, sebidang tanah sengketa ini merupakan tanah penggarapan. Tanah seluas 1.564 meter persegi yang semulanya lahan kosong itu telah dikuasai oleh orang tuanya selama berpuluh-puluh tahun.

namun dalam beberapa tahun terakhir, lanjut dia, sang kakak secara diam-diam ingin menguasai tanah tersebut. bahkan telah membangun gudang pengilingan padi.

''Awalnya, dia ( penggugat ) minta tempat untuk membangun gudang penggilingan. Setelah diberikan tempat usaha oleh orang tua saya, baru dia mau menguasai semua. Padahal tanah itu sudah puluhan tahun ditempati orang tua saya,''tutur Yusran.

Sebelum dilaporkan, lanjut Yusran, tergugat telah membagikan tanah yang belum bersertifikat ini kepada keempat anaknya saat pengukuran Prona tahun 2016 lalu. Saat dibagikan juga di saksikan oleh Arsad sebagai pengugat.

''Bahkan luas tanah itu lebih besar Hj Jahri ketimbang adik-adiknya. Suaminya (Arsad ) tidak keberatan saat tanah itu dibagikan ,''kata Yusran. Namun belakangan, pengugat  meminta tambahan jatah.Bahkan ditengarai ingin menguasaisemua lahan yang ditempati orangtuanya.

''Sampai-sampai dia ( Hj Jahari) mendorong suaminya untuk mengajukan gugatan ke pengadilan. Dalam gugatannya, kurang lebih 3.000 meter persegi. Kalau di kita, menurut SPPT dan DHKP, hanya 1564 meter persegi,''tutur Yusran.

''Selain tanah, pengugat juga mengugat materi berupa uang sebesar Rp 216 juta sebagai ganti rugi usaha pengilingannya yang ditutup oleh tergugat selama sengketa,''tambahnya.

Menurut dia, pihak keluarga sudah kerap kali mmelakukan mediasi sebagai upaya damai. Namun, pengugat tetap ngotot melanjutkan perkara ini sampai ke meja hijau.''Upaya damai sudah sering kami lakukan, baik di tingkat desa maupun di kantor camat. Tetapi, mereka bersikeras melaporkan masalah ini ke pengadilan,''ujar Yusran.

Sebagai seorang anak, Yusran merasa simpati terhadap orang tua kandung nya akibat ulah anak dan manantu yang kompak menggugat sang ayah. Bahkan dia menyatakan siap membantu mendampingi ayahnya dalam persidangan berikutnya.

Dia juga optimis orangtuanya bisa memenangkan perkara meski hanya berbekal barang bukti berupa surat pemberitahuan pajak terhutang (SPPT) dan daftar himpunan ketetapan pajak (DHKP). ''Kami sudah punya bukti SPPT dan DHKP, sementara pengugat enggak ada bukti sama sekali. Dia hanya mengandalkan surat palsu  yang terbit tanggal 20 oktober 2016,''ungkapnya.

DIBANTAH

Sementara itu, kuasa hukum Arsad, Arifudin, mengatakan, kliennya melaporkan tergugat karena melakukan perbuatan melawan hukum. Menurut dia, tanah seluas 3.000 meter persegi yang terletak di Dore Pajakai, Watasan Desa Tawali, kecematan Wera, Kabupaten Bima, Yang di klaim milik pengugat kini telah dikuasai oleh tergugat.

''Yang kami tuntut adalah pengembalian obyek yang menjadi sengketa,''kata Arifudin saat dihubungi melalui ponsel, Rabu malam.

Menurut klien nya, lanjut Arifin, pada tahun 1979, obyek sengketa merupakan tanah kosong milik negara. Bupati pada saat itu memerintahkan kepala desa setempat agar tanah-tanah kosong milik negara dibagikan kepada masysrakat.

''Pengugat sendiri mengajukan permohonan untuk mendapatkan bagian atas tanah nagara tersebut. Atas permohonan tergugat, kepala desa saat itu menyerahkan tanah seluas 3.000 persegi. Setahun kemudian , pengugat melakukan pemagaran  dan penanaman pohon di atas lahan-lahan yang di prolehnya,''tuturnya.


Sekitar tahun 1984, lanjut Arifudin, pengugat kemudian membuka usaha pengilingan padi di atas tanah obyek sengketa. Namun seiring waktu , pengugat juga berupaya mengajukan permohonan pengukuran  untuk penerbitan sertifikat hak milik. Meski saat ini  baru pengukurannya saja yang telah dilakukan oleh petugas BPN kabupaten Bima.

Setelah pengugat membangun usaha pengilingan dan beroperasi, tergugat kemudian  mendatangi pengugat meminta izin untuk menempati sebagian tanah untuk ditanami ubi jalar. Sebagai menantu dari tergugat, pengugat pun mengijinkan saat itu,''tutur dia.

Namun beberapa tahun kemudian, lanjut Arifudin, secara diam-diam tergugat justru ingin menguasai tanah obyek sengketa.ujarnya.'' Tergugat melakukan pemagaran. Tergugat juga membangun rumah panggung enam tiang untuk tempat tinggal diatas lahan sengketa,''ujarnya

''Tergugat bahkan telah berhasil melegalkan status  penguasaan tanah dengan cara mendaftarkan SPPT atas nama tergugat. Kemudian tergugat menutup paksa operasional pengilingan padi milik pengugat hingga menyebabkan terhentinya operasi penggilingan,''tambahnya.

Atas tindakan tergugat, lanjut dia, kliennya telah di rugikan baik secara imateriil maupun materiil.'' Maka wajar pengugat menuntut ganti rugi. Tergugat menganggu operasional pengugat dengan menyegel usaha pengilingan. Pengilingan tidak bisa beroperasi lagi sehingga pengugat  mengalami kerugian,''ucapnya.

Dia juga mengatakan, sebelum perkara ini dilaporkan , kliennya telah mengajukan  upaya damai dengan menempuh cara kekeluargaan . Namun tidak mendapat respon dari tergugat.
''Tergugat malah ngotot ingin menguasai tanah itu, bukan pengugat. Justru sebaliknya, pengugaat mengajukan gugatan karena tergugat tidak memiliki etikad baik. Di persidangan saja pihak tergugat sangat ngotot,tuturnya.

Dia mengaku, gugatan ini diajukan kliennya berdasarkan alat bukti yang kuat. Oleh karena itu, dia yakin gugatan kliennya akan di kabulkan. Terkait bukti-bukti apa  yang menjadi alasan pengugat, nanti kami ajukan lewat proses yang berjalan. Yang pasti tanah itu milik pengugat yang didapat dari pemerintah desa,''pungkasnya.


Demikianlah Artikel Gara-gara Tanah, Bapak 74 Tahun Digugat Anaknya Rp 216 Juta

Sekianlah artikel Gara-gara Tanah, Bapak 74 Tahun Digugat Anaknya Rp 216 Juta kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Gara-gara Tanah, Bapak 74 Tahun Digugat Anaknya Rp 216 Juta dengan alamat link https://wahkabar.blogspot.com/2017/06/gara-gara-tanah-bapak-74-tahun-digugat.html

Subscribe to receive free email updates: